LINTAS SULTRA.COM | KONAWE – Matahari sore masih tegak di langit Unaaha, mengirimkan panas teriknya ke Inolobunggadue Central Park (ICP), jantung Kota Unaaha, Jumat (15/5/2025). Tapi cuaca terik tak menyurutkan semangat ribuan orang yang sudah memadati lokasi. Wajah-wajah penuh energi dan suka cita tampak di mana-mana, Konawe sedang bersiap untuk berpesta dalam balutan budaya.
Hari ini (16/5), Pawai Budaya digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-65 Kabupaten Konawe. Tapi bukan sekadar pawai biasa. Inilah parade keberagaman. Lebih dari 93 kontingen resmi dan banyak lagi kontingen tak tercatat tumpah ruah menyusuri jalan-jalan Kota Unaaha. Para peserta berasal dari lintas latar belakang, organisasi perangkat daerah, pelajar, organisasi masyarakat, hingga paguyuban lintas suku.
Pakaian adat warna-warni jadi lautan visual yang memanjakan mata. Ada kontingen dari suku Tolaki dengan aksesoris etnik dan senjata tradisional. Ada pula peserta dari etnis Jawa dan Bali yang membawa serta kesenian khas seperti kuda lumping, sisingaan, hingga irama gamelan dan tarian-tarian sakral. Semua tampil tanpa sekat dan saling berdampingan, bersahutan, menyatu dalam semangat Nusantara.
Pawai dilepas langsung oleh Sekretaris Daerah Konawe, Ferdinand Sapan. Dari ICP, iring-iringan bergerak menuju Laika Mbuu, Kelurahan Arombu. Barisan kontingen mengular, memadati setiap ruas jalan yang dilewati. Warga pun tumpah ruah di pinggiran, menyaksikan parade budaya yang mungkin tak tiap tahun bisa mereka nikmati sedekat ini.
Puncak penyambutan terjadi di titik akhir pawai, di mana para peserta disambut hangat oleh sejumlah pejabat daerah dan nasional. Di sana hadir Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Sumangerukka; Bupati Konawe Yusran Akbar dan wakilnya Syamsul Ibrahim; hingga Wali Kota Kendari dan Bupati dari kabupaten tetangga.
Tapi suasana belum selesai. Begitu peserta tiba, atraksi budaya kembali menyala. Marching band dari berbagai sekolah membuka aksi dengan hentakan semangat. Lalu muncul tarian mondotambe dan lulo kreasi khas Tolaki, atraksi kuda lumping dan sisingaan dari etnis Jawa, hingga musik tradisional Bali yang menghipnotis. Ormas Tamalaki juga tampil dengan atraksi menegangkan—demonstrasi kebal taawu dan bahkan mesin senso, menunjukkan sisi lain dari budaya lokal yang penuh kekuatan.
Namun, di tengah kemeriahan, langit berubah murung. Hujan deras turun tanpa permisi. Tapi bukan Konawe namanya kalau mudah menyerah. Bukan hanya peserta yang bertahan, para penonton pun tetap setia. Tak ada yang bubar. Yang ada justru gelak tawa—apalagi saat Bupati dan Wakil Bupati Konawe ikut hujan-hujanan, berjoget bersama peserta, menyapa warga, bahkan berswa foto dengan mereka.
Langit baru benar-benar gelap saat arak-arakan berakhir. Tapi semangat tak meredup. Justru terasa makin hangat, seolah hujan hanya memperkuat kebersamaan hari ini.
“Terima kasih kepada seluruh warga Konawe yang telah meramaikan pawai budaya ini. Semoga ini menjadi momentum untuk membangkitkan semangat menjaga kelestarian budaya di Bumi Kalosara,” ucap Bupati Yusran menutup rangkaian acara, dengan wajah lelah yang tertutupi senyum bangga.
Hari ini bukan hanya tentang pawai. Tapi tentang pengingat bahwa Konawe adalah rumah yang indah bagi keragaman. Dan selama budaya tetap dihargai, Konawe akan terus jadi tanah di mana tradisi dan kebersamaan tumbuh subur, dalam hujan sekalipun.(Red/Inal).