LINTASSULTRA.COM | Konawe – Sidang lanjutan perkara PT Naga Bara Perkasa (NBP) di Pengadilan Negeri Unaaha kembali digelar. Jaksa Penuntut Umum ( JPU) menghadirkan dua saksi yakni , saksi dari kepolisian polres konawe utara Aipda Muh. Yani dan saksi Dinas Kehutanan Asriadi.
Kedua saksi yang dihadirkan oleh JPU Kejari Konawe menyebut aktivitas PT NBP mengeruk perut bumi (mengambil ore nikel red) di kawasan hutan lindung tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di Desa Molore, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara (Konut).
Dihadapan majelis hakim serta video conference yang diikuti oleh tujuh terdakwa di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas llB Unaaha, saksi Aipda Muh. Yani membeberkan, dia bersama rekannya tiga orang dari Polres Konut dan satu orang dari Polisi Kehutanan langsung menuju lokasi PT NBP.
“Pada 22 Maret 2020, kami terima informasi dari masyarakat bahwa ada penambangan di kawasan hutan lindung, setelah mengetahui, kami diperintahkan oleh pimpinan untuk ke lokasi,” bebernya Yani.
Dilokasi tersebut, mereka menemukan tujuh orang diantaranya empat orang sedang menggunakan alat berat excavator sedang beraktivitas atau sedang mengeruk ore nikel. Sedang dua orang lainnya sedang mengawasi alat tersebut.
“Kami bersama tim langsung menghentikan aktivitas penambangan tersebut. Kemudian kami tanyakan ini perusahan apa, nah salah satu dari terdakwa mengatakan bahwa ini perusahan PT NBP. Dilokasi, selain menemukan alat berat, kami juga menemukan beberapa tumpukan ore nikel. Setelah kami amankan tersangka dan juga alat bukti berupa ore nikel, keenam tersangka kami bawa ke Polres Konut,” ungkapnya.
Lahan yang digunakan berada di Lokasi atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT NBP dan pemiliknya adalah Tuta Nafisa dan ke enam orang adalah karyawan PT NBP. “Kami diperintah untuk menambang disini, kami diperintah oleh Tuta Nafisa,” kata Yani menirukan ucapan salah satu terdakwa saat di lokasi.
Sementara itu penangkapan terhadap direktur PT NBP Tuta Nafisa, kata Yani, dia diamankan di Kota Kendari saat hendak mau ke Ibu Kota Jakarta.
Saksi kedua dari Dinas Kehutanan, Asriadi menguraikan, saat tiba di lokasi lahan yang digunakan oleh PT NBP itu sudah terbuka, dan sedang di lakukan Penambangan Nikel. “Dilokasi kami tidak temukan ada plan izin penambangan, maupun batas-batas penambangan,” ujarnya.
Pada saat pengambilan titik koordinat di lokasi lahan PT NBP bersama dengan tim Polres Konut. Asriadi kemudian mengambil JPS Garmin Montana 680, setelah itu dia lalu ke kantor dan membuat Pemetaan/peta untuk mengetahui wilayah mereka gunakan. Ternyata lahan tersebut memang berada di dalam kawasan hutan lindung.
“Setelah kami cek, mereka menambang di kawasan hutan lindung. Mereka menambang Tidak memiliki izin pinjam pakai,” lanjutnya.
Asriadi mengatakan saat itu dia belum mengetahui lahan itu digunakan oleh perusahaan PT NBP. Namun setelah dilakukan penyelidikan dan enam orang karyawan dan juga direktur PT NBP di tahan baru diketahui ternyata memang lahan tersebut milik PT NBP.
Diketahui, persidangan tersebut dilakukan secara online dan real time (seketika) dari jarak jauh melalui teknologi video conference dengan menggunakan Laptop dan koneksi jaringan, sehingga memungkinkan masing-masing untuk saling melihat dan berbicara sebagaimana dalam persidangan secara offline. Sidang dipimpin langsung ketua PN Unaaha,Febrian Ali.(Red/Inal)