Urgensi Perempuan di Panggung Penyelenggara Pemilu

  • Share

Opini

Pemilu Serentak akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang, tetapi persiapannya telah dilakukan sejak 2022 sekarang. Seperti diketahui, persiapan pemilu serentak 2024 mendatang saat ini masih di jenjang KPU RI, dimana tahapan pemilu paling lambat adalah 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.

Segala tahapan dan jadwal mengenai penyelenggaraan Pemilu 2024 tercantum pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Dalam memastikan keterwakilan perempuan di badan penyelenggara pemilu diyakini sebagai pintu masuk untuk mendorong pemilu yang lebih inklusif sekaligus keterwakilan perempuan yang lebih solid.

Perempuan mempunyai makna yang sangat penting untuk memberikan pemahaman dan menyatukan persepsi tentang pentingnya pembangunan demokrasi yang sehat, adil dan realistis. Pengembangan pendidikan politik perempuan perlu ditingkatkan baik dari segi organisasional maupun pemantapan pilar-pilar demokrasi melalui lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang aspiratif dan pro terhadap kepentingan perempuan.

Diantara sektor-sektor publik yang telah dimasuki perempuan, sektor politik merupakan hal yang sangat menarik sekaligus sangat penting. Karena secara historis memang sangat kecil keterlibatan perempuan dalam politik praktis. Sesungguhnya , keterlibatan perempuan dalam sektor politik dapat berpengaruh sangat besar pada kebijakan yang diambil, khususnya dalam kaitannya dengan peran perempuan secara menyeluruh.

Oleh karena itu bagian dari suatu gerakan demokrasi yang didukung oleh seluruh elemen perempuan, aktivis perempuan, organisasi perempuan untuk memastikan kedaulatan kaum perempuan.
Beragam perspektif dan strategi perjuangan perempuan yang ada sesungguhnya tak hanya efektif digunakan sebagai alat pencerdasan dan penyadaran, tapi lebih dari itu sebagai instrumen dalam membangun koalisi besar gerakan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan, keadilan, toleransi, dan demokrasi. Pada UU Nomor 7 tahun 2017 aturan ini didahului dari ketentuan yang termuat dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyebutkan Presiden dalam membentuk tim seleksi KPU memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.

Begitu bunyi aturan itu berjenjang sampai pada Pasal 10 ayat (7) yang memuat komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota. Melihat adanya dari total presentase Komisioner KPU dan Bawaslu dapat disimpulkan bahwa keterwakilan perempuan di ranah penyelenggara pemilu kurang dari 30%, bahkan tidak sampai 25%. Selain itu keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia hanya memenuhi kuota 20%. Kondisi ini menjadi tantangan yang besar bagi perempuan, karena perempuan dituntut untuk memiliki kapasitas dan komitmen dalam upaya memperkuat keterwakilan perempuan di ranah politik berdasarkan amanat konstitusi dan peraturan lainnya.

Setidaknya ada tiga dasar keterwakilan perempuan 30% di KPU dan Bawaslu dari tingkat pusat hingga daerah harus diwujudkan. Pertama, ada aturan hukum di level internasional dan di dalam negeri yaitu undang-undang pemilu yang mengharuskan minimum 30% perempuan anggota KPU dan Bawaslu di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Kedua, menjadi akses bagi perempuan untuk masuk di dalam isntitusi politik dan muaranya adalah mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Ketiga, memastikan struktur penyelenggara dan pelaksanaan pemilu yang berkeadilan gender.

Termasuk pula semangat keterlibatan kaum perempuan dalam penyelenggaraan pemilu, terutama di bidang pengawasan, memiliki makna urgensi. Artinya, keterlibatan kaum perempuan dalam pengawasan pemilu dilakukan dalam rangka mengawal kedaulatan rakyat kaum perempuan itu terwakilkan kepada orang-orang yang tepat.

Penulis Praktisi Hukum : Adv Tri Utami Sinar Dani, SH,MED,CPCLE,CMLC

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *