LINTASSULTRA.COM | KONAWE – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konawe memberikan klarifikasi terkait insiden seorang pasien atas nama Advokad Aspin, S.H., M.H., yang meninggalkan rumah sakit dengan mencabut infus secara mandiri dan menunjukkan sikap tidak kooperatif pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Humas RSUD Konawe, dr. Abdianto Ilman, menyampaikan bahwa pasien datang ke IGD sekitar pukul 13.35 WITA dengan keluhan batuk sejak beberapa hari, nyeri ulu hati, serta rasa panas di dada. Pasien juga mengaku merasakan nyeri di seluruh tubuh dan perasaan demam, namun tidak mengalami mual, muntah, serta buang air besar dan kecil masih dalam batas normal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, pasien dalam kondisi tidak gawat dan tidak darurat. Tanda-tanda vital menunjukkan kesadaran komposmentis dengan GCS E4M6V5, tekanan darah 130/90 mmHg, denyut nadi 86x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu tubuh 37°C, dan saturasi oksigen 97%. Pemeriksaan fisik pun tidak menunjukkan tanda-tanda kegawatan seperti anemia, ikterus, atau edema.
“Terapi awal yang kami berikan berupa cairan infus, penurun demam dan nyeri serta obat lambung,” jelas dr. Abdi.
Namun, setelah dilakukan observasi, kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan signifikan sehingga dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam, dr. Ferce, Sp.PD-KGH.
Lebih lanjut, pihak RSUD menyarankan agar pasien menjalani rawat inap. Namun, saat dilakukan pengecekan jaminan kesehatan, diketahui jaminan pasien sedang ditangguhkan karena menunggak. Pasien lantas memilih untuk menjadi pasien umum dan meminta kamar VIP, namun seluruh kamar VIP saat itu dalam kondisi penuh.
“Kami menyarankan pasien untuk sementara dirawat di ruang kelas 1 sambil menunggu kamar VIP tersedia, namun yang bersangkutan menolak, mencabut infus sendiri, dan memilih meninggalkan rumah sakit sambil mengamuk,” ungkap dr. Abdi.
RSUD Konawe menyayangkan kejadian tersebut dan menegaskan bahwa seluruh pasien tanpa terkecuali, baik pengguna BPJS maupun umum, mendapatkan pelayanan yang sama tanpa diskriminasi. Terkait pasien yang belakangan masuk dan mendapat kamar inap, dr Abdi menjelaskan bahwa pasien tersebut kelas, bukan VIP.
Pihaknya juga menyayangkan atas keterangan Aspin bahwa pihak RS memasukan pasien yang baru saja tiba dibanding Aspin yang saat itu sudah terlebih dahulu menunggu kamar.
“Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pasien tanpa membedakan status jaminan atau kelas perawatan,” tutup dr. Abdi.
Sementara itu, kepada awak media, Aspin mengungkapkan kronologi kekecewaannya. Ia datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) sejak pagi hari dan telah berkali-kali menyerahkan KTP yang diminta pihak rumah sakit. Namun, hingga pukul 10 malam, tak ada satu pun ruang perawatan diberikan kepadanya. Yang terjadi justru berulang kali permintaan administrasi yang terkesan formalitas tanpa aksi nyata.
“Saya datang sakit, bukan mau daftar lomba administrasi. Ini rumah sakit, bukan kantor pencatatan sipil,” tegas Aspin geram.
Mirisnya, pasien lain yang datang belakangan langsung diberikan kamar, karena memilih layanan umum berbayar. Sementara Aspin, yang meminta dilayani sebagai pasien umum sejak awal, justru diabaikan.
“Saya dari awal minta pelayanan umum, bukan pakai BPJS. Tapi malah diulur-ulur, yang diminta KTP terus, sampai lima kali. Ini seperti pengabaian sistemik,” ujarnya.(Red/Inal).