LINTASSULTRA.COM | KONAWE – Dugaan kasus korupsi di Desa Titiowa, Kecamatan Latoma, masih masih didalami oleh Kepolisian Resort (Polres) Konawe yang berada di wilayah Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Rakyat (Gerak) Sultra melayangkan surat aduan kepada Polres Konawe untuk segera melakukan penyelidikan di Desa Titiowa terkait pengadaan infrastruktur Jalan Usaha Tani tahun anggaran 2019 yang diduga fiktif.
Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Konawe, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ahmad Setiadi, S.IK melalui Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Moch. Jacob Nursagli Kamaru, S.IK saat dikonfirmasi menuturkan, saat ini pihaknya masih sementara melakukan penyelidikan.
“Terakhir habis di cek pekerjaannya di lapangan, belum ada lap perkembangan lg,” beber Jacub melalui via WhatsApp, Selasa (13/9/2022).
Diberitakan sebelumnya, pekerjaan Jalan Usaha Tani (JUT) yang ditunjuk oleh Kepala Desa (Kades) Titiowa, Lita saat dikonfirmasi awak media, Senin 22 Agustus 2022 lalu mengatakan, pada tahun 2019 tidak ada pembangunan JUT yang dilaksanakan melainkan hanya pengerasan jalan sepanjang 1500 meter.
Dirinya baru mengetahui jika pada tahun 2019 ada pembukaan JUT dari LSM Gerak yang saat itu melakukan investigasi di desa Titiowa .
“Itu pun kami tidak tau kalau ada anggaran untuk pembukaan JUT, sedangkan anggaran pengerasan jalan tersebut saja kami tidak tahu berapa,” jelas Lita.
Lita menuturkan jika masyarakat di Titiowa sangat menyayangkan ketidak transparannya Pemerintah Desa Titiowa terkait pengerasan maupun pembukaan JUT.
“Ini mii masyarakat yang dimasalahkan, kenapa nda ada fisiknya padahal ada anggarannya. Boleh kita kelapangan cek langsung,” ujarnya.
Ia juga membeberkan, sedangkan kegiatan fisik di tahun 2020, dirinya tidak mengetahui secara pasti terkait pengerasan jalan sepanjang 2,1 Km.
“Papan informasi memang ada di ujung ketel, tapi tidak ada penjelasannya, hanya tertulis jumlah anggaran,” katanya.
Selain itu, Lita juga menerangkan jika HOK penghamparan jalan melibatkan 100 orang dan bekerja selama sehari di enam titik, namun mereka diupah untuk dua hari kerja.
“Mereka kerja hanya sehari dan dibayar 200 ribu rupiah, padahal sehari upah kerja cuma 100 ribu,” tutupnya.(Red/Inal).