LINTASSULTRA.COM | KONAWE – Kasus dugaan penyalagunaan bantuan ternak sapi jenis Ongole yang telah dipindah tangankan oleh salah satu kelompok tani di Kelurahan Inolobu, Kecamatan Wawotobi tetap berlanjut.
Salah satu ketua kelompok tani inisial SR saat ini telah diberikan surat pernyataan untuk mengembalikan sapi indukan yang sebelumnya telah diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Konawe untuk di kembang biakan.
Hal tersebut dilakukan oleh pihak dinas terkait karena sapi bantuan yang berjumlah enam ekor tersebut telah ia jual kini.
Ironisnya saat ia kembalikan pihak Dinas Peternakan Konawe menolak karena seekor sapi berjenis kelamin jantan, padahal sebelumnya dinas telah menyerahkan sebanyak 10 ekor sapi betina.
Dugaan penyalagunaan bantuan itu makin menguatkan saat pemeriksaan dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya menemukan empat ekor sapi jenis Ongole dan masih enam sapi yang belum di temukan. SR selaku ketua kelompok tani Inolobu Jaya bertanggungjawab untuk mengembalikan keenam sapi tersebut.
Kepala Dinas Peternakan, Jumrin mengatakan, sampai saat ini SR tidak pernah berkomunikasi dengan pihak Dinas Peternakan terkait masalah sapi yang telah dia jual.
“Kami sudah memberikan surat pernyataan untuk mengganti sapi dan itu pun harus sesuai dengan jenis sapi yang telah kami berikan,” jelas Jumrin saat di Konfirmasi di ruangannya, Senin (18/1/2020).
Terkait proposal pengajuan untuk menerima sapi bantuan jenis Ongole yang sebelumnya telah dinyatakan lurah Inolobu bahwa kelompok tani Inolobu Jaya Satu adalah kelompok tani yang telah lama di bekukan, sedangkan dalam nama kelompok tani tersebut tercantum dua orang anak ketua Kelompok tani tersebut yang masih berstatus kuliah dan nama lainnya masih keluarga dekatnya.
Mengenai aturan yang menyebutkan bahwa satu kelompok tani bisa mendapat sapi bantuan tersebut, Jumrin mengatakan sebenarnya yang lebih jeli itu dari pihak pemerintah setempat.
Jumrin juga menuturkan tidak ada dalam aturan bahwa dalam satu kelompok itu anak tidak boleh mendapat bantuan tersebut, hanya saja apa bila bisa berusaha akan tetap di ikutkan.
” Harusnya yang lebih jeli memeriksa keabsahan persyaratan untuk mendapatkan bantuan seperti proposal adalah lurah selaku pengambil kebijakan di wilayah kelurahan setempat. Tetapi kan kita bukan bicara keranah situ, yang kita cari apa penyebabnya sapi itu di jual dan itulah yang sekarang kami harus tindaki,” tuturnya.
Jumrin juga mengatakan, terkait permasalahan sapi yang tidak di temukan oleh tim BPK, semua akan di tindaki, apa bila hilang harus ada pertanggungjawaban, apabila mati harus di perlihatkan dimana sapi itu di kubur dan apabila di jual sapi tersebut harus di ganti.
Kedis juga mengakui ada sekitar 10 kelompok tani yang bermasalah dan akan diproses dalam waktu kurang lebih 100 hari dan harus ada pernyataan dari masing-masing penerima yang tidak dapat menunjukan sapi indukan tersebut.
Ia juga mengatakan, yang menjadi kendala dalam pemeliharaan sapi Ongole tersebut adalah dari segi perakuan yang agak rumit dan butuh perawatan ekstra.
“Yang banyak jadi masalah sebenarnya ini karena sapi tersebut mati karena syarat pemeliharaan,” ungkapnya.
Lebih jauh Kadis mengatakan, terkait prosedur penyaluran kami juga tidak dapat mengabaikan karena masyarakat juga berhak menerima bantuan tersebut.
“Dan ini juga ada kebijakan kita kasi ke masyarakat dan kami inginkan berhasil, tapi kan kadang kala ada juga kegagalannya. Terkait kegagalan yang dialami beberapa kelompok tani penerima sapi bantuan tersebut kami dapat jadikan pembelajaran,”jelasnya.
Jumrin juga mengatakan, bahwa sebelumnya desa di persentase bahwa dari 1000 ekor sapi yang di salurkan tidak dapat di patok penyalurannya ke daerah tertentu.
Kepala Dinas Peternakan menuturkan juga bahwa, apabila mendapat sapi yang terlantar dan kurus, pihak dinas akan meminta kepada pemerintah setempat untuk menegur kelompok tani penerima sapi bantuan tersebut. Namun sejauh ini belum ada pihak pemerintah setempat yang melaporkan mengenai kasus sapi kurus dan terlantar. (Red/Inal).