LINTASSULTRA.COM | KONAWE – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Muhamad Rahman tepis isu terkait terlibatnya oknum BPN dalam mafia tanah di Desa Ambondia, Kecamatan Asinua, Rabu (24/8/2022).
Rahman menjelaskan, mafia tanah itu adalah sekelompok orang maupun kelompok yang melakukan pemufakatan jahat dengan objek berupa aset tanah milik orang lain.
“Disini saya nyatakan tidak ada pemufakatan jahat tersebut, berdasarkan hasil penelusuran kami terhadap tanah di Desa Ambondia memang ada beberapa nama orang BPN yang mendapatkan sertipikat. Tetapi itu murni dari hasil pembelian yang diperoleh dengan itikad baik bukan dari cara merampok atau mencaplok punya orang dan tidak langsung punya tanah disana,” jelasnya.
“Bahkan mereka dalam hal ini para penjual tanah siap hadir di Rapat dengar pendapat (RD dengan DPRD Provinsi Sultra nantinya. Saya menghimbau juga kepada masyarakat untuk tidak terlalu gampang mengeluarkan statemen terkait mafia tanah,” lanjutnya.
Dihadapan awak media, Rahman menegaskan bahwa jika ada oknum BPN Konawe yang terlibat dalam dugaan mafia tanah, Kementerian ATR/BPN tidak akan segan untuk memberikan sangsi terberat terhadap oknum tersebut.
“Pak Menteri Hadi Tjahjanto mempunyai komitmen kuat untuk memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia termasuk jika itu terjadi di Kabupaten Konawe karena itu perintah langsung Bapak Presiden kepada beliau,” tegasnya.
Selanjutnya, Rahman menjelaskan bahwa ada yang menyebut ada oknum BPN menerbitkan sertifikat dalam kawasan hutan lindung itu tidak benar adanya. Bahkan dirinya sudah mengecek secara langsung data sertifikat tanah yang diterbitkan di Desa Ambondia.
“Jadi tidak ada penerbitan sertifikat tanah di kawasan hutan lindung yang dikeluarkan oleh BPN Konawe,” jelasnya.
Rahman bilang, bila penerbitan sertifikat tanah masuk dalam kawasan hutan maka sudah pasti tidak akan dilanjutkan prosesnya. Oleh karena itu, terkait tuduhan Aliansi Masyarakat Asinua Menggugat (AMAM) bahwa BPN menerbitkan sertipikat dalam kawasan hutan adalah tidak benar dan penuh kebohongan.
“Saya berharap mereka mempunyai data yang saya tandatangan sertipikat berada dalam kawasan hutan yang bisa ditunjukkan pada saat RDP nanti, jika mereka tidak menunjukannya maka itu adalah suatu fitnah yang keji,” katanya.
“Saya mencoba melihat bahwa apa yang terjadi di Desa Ambondia ini adalah konsekuensi atas adanya rencana pembangunan Bendungan Pelosika yang sedikit hari lagi akan memasuki tahap pelaksanaan pengadaan tanahnya dan ganti rugi, sehingga muncullah beberapa persoalan terkait sengketa pertanahan khususnya kepemilikan dan penguasaan tanah di sana,” ucapnya.
Rahman menambahkan, bahwa ada oknum BPN bekerja sama dengan pemerintah kecamatan dan Lurah Ambondia dalam menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT), adalah tidak benar dan pernyataan menyesatkan.
Kalo ada proses sertipikat di BPN itu karena sudah memenuhi persyaratan khususnya bukti kepemilikan tanah. SKT itu hanya sebagai dokumen tambahan bagi BPN, tetapi bukan itu yang menjadi dasar lahirnya sertipikat.
“Janganlah orang BPN turun mengukur tanah berdasarkan penunjukan si pemohon sertipikat kemudian anggota saya dituduh bekerjasama. Saya harap AMAM memberikan pernyataan yang wajar wajar sajalah, yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak menyakiti hati banyak orang,” tambahnya.
Sehubungan rencana DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), pihaknya sangat mendukung hal tersebut dan siap hadir kapan saja. Supaya masyarakat atau lembaga khususnya dari Aliansi Masyarakat Asinua Menggugat (AMAM) tidak terlalu gampang mengeluarkan pernyataan yang sifatnya mendeskreditkan BPN Konawe dengan kata kata mafia tanah.
“Saya berharap betul agar kondusifitas masyarakat di lokasi rencana Pembangunan Bendungan Pelosika benar-benar dijaga, dan kami pastikan dan berjanji jika sudah pada tahap pelaksanaannya dimana BPN sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah akan bekerja dengan transparan, terbuka dan tidak ada hak-hak masyarakat yang terzalimi,” tandasnya.(Red/Inal).