Opini
Indonesia diprediksi mengalami puncak bonus demografi pada 2030-2040. Sebagaimana dijelaskan para ahli, bonus demografi adalah suatu kondisi dimana komposisi jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia tidak produktif. Penduduk usia produktif adalah penduduk yang berada pada rentang umur 15-64 tahun, sedangkan penduduk usia tidak produktif di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64-70 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.
Berdasarkan hal tersebut, bonus demografi akan memberikan peluang bagi pembangunan daerah, terutama dari sisi pertumbuhan ekonomi karena adanya kontribusi penduduk usia produktif. Namun, di sisi lain, bonus demografi akan menghasilkan ancaman atau tantangan karena jumlah pengganguran berpotensi bertambah apabila laju pertumbuhan penduduk tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lapangan kerja. Hal lain yang dapat terjadi akibat bonus demografi adalah masalah agraria dan ketahanan pangan. Kita tahu, seiring bertambahnya penduduk, maka kebutuhan lahan untuk pemukiman semakin meningkat sehingga lahan-lahan produktif berpotensi besar dikonversi menjadi lahan pemukiman atau pusat-pusat kegiatan ekonomi. Kemudian kebutuhan akan pangan yang semakin meningkat apabila tidak sesegera diantisipasi kemungkinan menjadi masalah utama dalam menghadapi bonus demografi.
Menyikapi hal tersebut sudah saatnya pemerintah daerah memikirkan strategi-strategi dalam mengantisipasi permasalahan yang bakal terjadi saat mencapai bonus demografi, karena bagaimanapun penentu kebijakan adalah pemerintah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah :
Penting melakukan pemetaan posisi untuk lima, sepuluh hingga 20 tahun mendatang, sehingga bisa melahirkan grand design persiapan dalam menghadapi peluang dan tantangan bonus demografi.
Mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu menjawab peluang dan tantangan bonus demografi pada sepuluh tahun mendatang.
Memperjelas arah kebijakan pemerintah untuk melindungi pangan lokal yang bisa menjadi alternatif dalam mendukung ketahanan pangan menghadapi bonus demografi. Di Sulawesi Tenggara misalnya, sagu merupakan bahan pangan lokal yang layak mendapat perhatian pemerintah daerah mengingat makanan pengganti nasi ini telah dikonsumsi luas oleh sebagian besar masyarakat.
Pemerintah daerah perlu mendorong serta mendukung generasi milenial menjadi entrepreneurship atau wirausahawan-wirausahawan baru. Penulis meyakini entreprenurship merupakan salah satu solusi dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga generasi milenial yang menjadi entrepreneurship saat ini sudah berada dalam posisi stabil dalam menjalankan usahanya sepuluh tahun mendatang, sehingga diharapkan mampu menopang perekonomian daerah di masa yang akan datang.
Mengembangkan ekonomi kreatif dan digital berbasis potensi lokal. Banyak potensi lokal yang dapat dikembangkan menjadi sumber ekonomi daerah.
Pemerintahan daerah mendesain pelatihan dan pengembangan skill terbaru bagi calon-calon tenaga kerja sesusai kebutuhan pasar tenaga kerja di masa depan, sehingga calon-calon tenaga kerja memiliki daya saing. Diketahui, seiring perkembangan revolusi industiri 4.0, banyak pekerjaan yang hilang karena tergantikan dengan keberadaan teknologi.
Meningkatkan partisipasi lembaga non pemerintahan dalam mendukung visi misi pemerintah dalam menghadapi bonus demografi.
Meningkatkan upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat agar mampu memiliki kemandirian di bidang ekonomi. Masyarakat yang tidak mampu menghadapi perubahan dikhawatirkan akan terdampak bonus demografi.
Selain kebijakan pemerintah daerah, penting pula mengandalkan dukungan masyarakat sebagai ikhtiar bersama menyambut bonus demografi.
Dari perspektif Konawe Institute, sebagai kumpulan generasi muda Konawe, mencoba menyikapi dengan sebuah pemikiran terkait bonus demografi yaitu ada beberapa opsi yang dapat dilakukan kelompok masyarakat dalam mendukung pemerintah. Pertama, melakukan edukasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda untuk merubah mind set (pola pikir) dari job seeker (pencari kerja) menjadi job creator (membuat lapangan kerja).
Kedua, melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk merubah mind set (pola pikir) dalam melihat realitas yang terjadi di Kabupaten Konawe, baik dari sisi, ekonomi maupun sosial. Ketiga, melakukan kaloborasi berbagai elemen untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kemandirian dalam menghadapi peluang dan tantangan yang terjadi, khususnya berkaitan dampak bonus demografi sepuluh tahun mendatang.***
Penulis : Almansyah Rundu Wonua
Dosen Univesitas Sembilanbelas November Kolaka
Peneliti Konawe Institute