LINTASSULTRA.COM | KONAWE – Di balik jalan berliku, hamparan sawah, dan perkebunan sawit yang jauh dari keramaian, Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 2 Konawe yang terletak di Kelurahan Andabia, Kecamatan Anggaberi, Sulawesi Tenggara, sangat memprihatinkan.
Pasalnya, sebuah sekolah berdiri tegak sebagai mercusuar harapan bagi anak-anak berkebutuhan khusus sangat memprihatinkan. Akses jalan menuju sekolah tersebut sangat jauh dari kata layak sehingga guru dan siswa mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas belajar mengajar.
Tak hanya itu, selain mendapat tantangan dalam mendidik siswa yang memiliiki keterbatasan, guru di sekolah tersebut harus harus menambah mental dan kesabaran karena akses infrastruktur di daerah tersebut sangat memprihatinkan.
Sedangkan fasilitas yang saat ini dimiliki sekolah tersebut juga sangat terbatas, bahkan untuk menjamin pendidikan yang didapat oleh siswa di sekolah tersebut, beberapa guru rela menjadi “Supir Dadakan” untuk menjemput anak didik yang rumahnya tersebar di berbagai kecamatan, seperti Konawe dan Unaaha, dengan jarak tempuh hingga 8 Km.
Hal itu dilakukan oleh guru di SLBN 2 Konawe bukan tanpa alasan. Guru yang mengabdikan diri di sekolah tersebut melakukan perbuatan terpuji itu karena jarak tempuh yang jauh dan medan yang memprihatinkan membuat banyak siswa kesulitan datang sendiri.
Tanpa kendaraan operasional sekolah, para guru terpaksa menggunakan kendaraan pribadi untuk mengantar-jemput murid.
Sekolah yang mendidik 28 siswa yang memiliki beragam kondisi, mulai dari tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, hingga autis merupakan suatu bukti yang dimana mereka memiliki hak yang layak untuk mendapatkan pendidikan.
“Kami tidak punya kendaraan dinas. Kalau tidak dijemput, banyak siswa yang tidak bisa datang,”ujar Kepala Sekolah SLBN 2 Konawe, Yafsin Yaddi.
“Ada yang rumahnya di Kecamatan Konawe, bahkan Unaaha. Setiap hari kami harus bolak-balik,” tambahnya.
Lanjutnya, sekolah yang dididik oleh 20 tenaga pengajar juga merangkap sebagai staf. Bahkan terdapat beberapa guru harus mengajar dengan metode khusus sesuai kebutuhan siswa.
Dan lebih mengejutkannya lagi, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengabdikan diri di sekolah tersebut hanya satu orang yaitu Kepala Sekolah yang saat ini bertugas di sekolah itu.
“Guru-guru lainnya berstatus honorer atau sukarelawan. Namun, semangat mereka tak pernah pudar, kami mengajar dengan hati. Setiap perkembangan kecil dari anak-anak ini adalah kebahagiaan bagi kami” tutur Kepala SLB N 2 Konawe.
Walaupun dipenuhi dengan tantangan yang tak mudah, Yafsin mengatakan semangat belajar mengajar di SLB N 2 Konawe tak pernah surut.
Meski dengan keterbatasan sarana yang ada, sekolah yang baru saja menyandang akreditasi A Plus tersebut telah mendapatkan penghargaan Sekolah Sehat dari Kemendikbudristek pada tahun 2024 lalu.
Yafsin mengungkapkan, pihaknya akan terus berupaya memberikan pendidikan terbaik di sekolah yang memiliki jenjang setara SD, SMP, dan SMA walau fasilitasnya masih jauh dari memadai.
Kami ingin anak-anak ini bisa mandiri suatu hari nanti. Mereka punya hak yang sama untuk belajar dan berkembang, namun kami butuh dukungan lebih, terutama transportasi dan tenaga pengajar tambahan,” terangnya.
Masih kata Yafsin, selain fasilitas dan infrastruktur, siswa juga sangat membutuhkan ruangan belajar yang memadai, karena saat ini siswa melakukan proses belajar mengajar diruangan yang belum memenuhi standar ideal untuk pendidikan khusus.
“Kami membutuhkan alat peraga, alat terapi, dan yang paling mendesak adalah kendaraan antar-jemput,” kata Asmudin, salah seorang staf yang kadang merangkap jadi guru. “Jika ada bantuan dari pemerintah, baik kabupaten maupun provinsi, itu akan sangat meringankan beban kami.”
Meski ditengah keterbatasan dan bukan naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Konawe, kami berharap Pemerintah Kabupaten Konawe turut memperhatikan nasib mereka. Salah satunya adalah harapan kami diadakan Program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan pemerintah pusat, yang dinilai sangat dibutuhkan siswa,” tandasnya.(Red/Inal).