LINTASSULTRA.COM | KONAWE – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe saat ini merasa gusar akibat 150 ribu hektar wilayahnya diserobot tiga kabupaten tetangga yang berbatasan langsung dengan Konawe.
Dari ketiga kabupaten yang menyerobot wilayah Konawe diantaranya dari provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Konawe Utara dan Kolaka Utara, serta dari provinsi Sulawesi tengah yakni Kabupaten Morowali.
Dugaan penyerobotan wilayah administratif Konawe itu dipaparkan langsung oleh Wakil Bupati Konawe, Gusli Topan Sabara dalam sebuah konfrensi per di ruang kerjanya, Selasa (25/5/2021). Saat memberikan keterangannya, orang nomor dua di Kabupaten Konawe itu langsung menunjukan peta terkait tapal batas wilayah Konawe.
Pria yang akrab dengan sapaan GTS menerangkan, wilayah Konawe yang dicaplok Kabupaten Konut berada perbatasan Kecamatan Kapoiala (Konawe) dan Kecamatan Motui (Konut). Diperbatasan itu, terdapat tiga desa di sana, yakni Tobi Meita, Sama Subur dan Banggina.
Secara administratif lanjut GTS, ketiga desa itu masuk wilayah Konut. Akan tetapi, berdasarkan Perda nomor 15 tahun 2000, wilayah yang ditinggali tiga desa itu merupakan wilayah Kabupaten Konawe.
“Jika dilihat dari luasan di tiga desa ini, Konawe telah kehilangan sekitar 1.831 hektar wilayahnya,” jelas GTS.
Mantan Ketua DPRD Konawe itu melanjutkan, wilayah Kabupaten Konawe lainnya yang dicaplok Pemerintah Kabupaten Konut juga terdapat di Desa Lawali, Kecamatan Routa. Kabupaten yang saat ini dinahkodai Ruksamin itu diduga telah memindahkan tapal batas dan membuat Konawe harus kehilangan lahannya seluas 67.669 Hektar.
Perihal tapal batas di Routa itu, GTS pun menceritakan historisnya. Ia menerangkan, pada saat pemekaran Konut tahun 2006, dia
bersama-sama dengan anggota DPRD Konawe lainnya pernah menghadap ke Kemendagri. Kebetulan, anggota dewan ikut saat itu adalah Ruksamin yang masih menjabat Ketua Fraksi PBB Konawe, Tahsan Tosepu Selaku Ketua Fraksi PKS, Siti Suleha selaku Ketua Fraksi PDIP, (alm) Ones Balaka selaku Ketua Fraksi PAN, serta GTS sendiri yang saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Golkar. Ikut pula Sekda Konawe yang kala itu masih dijabat Aswad Sulaiman yang tiada lain adalah Bupati Konut yang pertama.
Kenyataannya lanjut GTS, peta wilayah tapal batas antara Konawe dan Konut yang telah disepakati seluruh Fraksi DPRD Konawe dan telah disetorkan ke Kemendagri telah diubah dari aslinya oleh Pemkab Konut. Parahnya, hasil perubahan tapal batas yang diubah sesuka hati Pemkab Konut itu tidak disetorkan ke Kemendagri.
“Kami meminta dengan tegas kearifan Bupati Konawe Utara, Bapak Ruksamin untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang telah diserobot ke pangkuan Kabupaten Konawe,” tegas Ketua DPD PAN Konawe itu.
Selain Konut lanjut GTS, ada pula pencaplokan wilayah Kabupaten Konawe yang dilakukan Kabupaten Kolut. Hal itu terjadi di wilayah Desa Wiau, Kecamatan Routa. Menurut GTS, setidaknya ada sekira 5.692 Ha wilayah Konawe yang telah diambil Kolut.
“Keadaan ini juga tidak bisa kami tolerir dan kami akan menyurat atas nama Pemda Konawe ke Kemendagri terkait permasalahan ini. Kami akan meminta semua wilayah yang jadi hak Konawe untuk dikembalikan,” tegasnya lagi.
Selanjutnya, tambah GTS, pencaplokan wilayah Kabupaten Konawe lainnya juga dilakukan kabupaten lain di luar Provinsi Sultra. Dialah Kabupaten Morowali dari Sulawesi Tengah.
Politisi PAN itu menerangkan, wilayah yang dicaplok Morowali saat ini berada di area Meha Industri Morowali. Total luasan wilayah, yang diambil juga tak main-main, yakni sekira 70 ribu Ha.
GTS menerangkan, penyerobotan lahan yang dilakukan Morowali terhadap Konawe bisa dilihat pada perbandingan peta yang dikeluarkan Pemda Konawe tahun 2002 dan tahun 2012. Menurut GTS, secara historis, Sulteng saat itu masih berada di wilayah Sulawesi Utara (Sulut). Sementara Sultra, masih bergabung dengan Sulawesi Selatan (Sulsel). Batas wilayah Sulut dan Sulsel tertera jelas pada peta pemekaran masing-masing provinsi.
“Kalau kita merujuk para historis dan peta pemekaran itu, jelas sekali bahwa Kabupaten Morowali telah mengambil puluhan hektar tanah yang jadi hak Konawe,” ungkap GTS.
GTS pun meminta dengan hormat kepada Gubernur Sultra, H. Ali Mazi untuk turun tangan. Sebab, permasalahan tapal batas antara Konawe dan Morowali merupakan masalah lintas provinsi.
“Wilayah yang luasnya sekitar 70 ribu hektar itu harus kembali ke pangkuan Sultra. Kami meminta kepada Gubernur agar turun tangan menangani masalah ini. Kami tidak ingin di masa pemerintahan KSK-GTS ada sejengkal tanah negeri para leluhur ini lepas dari Konawe. Makanya kami juga meminta kearifan kabupaten yang bersangkutan untuk mengembalikan atau kami somasi,” tegasnya lagi.
Jika diakumulasikan lanjut GTS, total wilayah Konawe yang telah dicaplok tiga kabupaten tetangganya mencapai hampir 150 ribu Ha. Jika dilihat dari statusnya pula, wilayah yang dicaplok itu merupakan lahan produktif.
“Bayangkan kalau 150 ribu hektar itu bisa jadi area pertanian, maka Konawe tidak hanya akan jadi lumbung beras Sultra, tapi lumbung beras di Indonesia,” pungkasnya. (Red/LS).