LINTASSULTRA.COM, | KONAWE – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Konawe belum bisa membacakan tuntutan terhadap tujuh terdakwa perkara PT. Naga Bara Perkasa (NBP) di Pengadilan Negeri Unaaha, Kamis (27/8/2020).
Hal itu membuat sidang tuntutan ditunda, dari pantauan awak media di dalam ruang persidangan, pihak JPU belum bisa membacakan tuntutan karena belum mendapat Rencana Tuntutan (Rentut) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kuasa Hukum Direktur PT NBP, H. Abdul Razak Naba mengatakan belum adanya Rentut dari Kejati Sultra, dengan begitu secara otomatis Ketua PN Unaaha Febrian Ali mengejar dead line untuk putusan.
Ia juga mengatakan dead linenya ditunda sampai tanggal 1 September 2020 untuk tuntutan, akibat penundaan tersebut, pembelaan hanya diberi waktu dua hari kemudian diputus tanggal 7 September.
“nah pengacara cuma diberi waktu satu hari untuk pembelaan. Memangnya ini, memangnya ini apa ?,” Ungkap Razak Naba yang ditemui awak media usai mengikuti jalannya persidangan.
“Jadi pertimbangan tuntutan itu apa yang tidak perlu kita tanggapi perlu kita pertimbangkan dan tanggapi, jadi tidak mungkinlah. Jadi minimal kami diberi waktu satu minggu untuk mencapai keadilan, dan saya akan minta satu Minggu, untuk mecapai keadilan harus rata dong,” tambahnya.
Perlu diketahui, sidang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Unaaha Febrian Ali, SH, MH. Selaku hakim ketua. Kemudian ketujuh tersangka terlihat mengikuti persidangan secara online dan real time (seketika) dari jarak jauh melalui teknologi video conference dengan menggunakan Laptop dan koneksi jaringan, sehingga memungkinkan masing-masing untuk saling melihat dan berbicara sebagaimana dalam persidangan secara offline.
Dalam perkara ini, enam tersangka yakni operator alat berat Excavator didampingi oleh Kuasa Hukum, Nasrudin SH. Sementara Direktur PT NBP Tuta Hafisa didampingi oleh Kuasa Hukum Razak Naba.
Dari ketujuh orang yang berhasil di tangkap dan ditetapkan sebagai tersangka salah satunya adalah Direktur Utama PT NBP Tuta Nafisa. Sedangkan enam lainnya yakni Edi tuta (53), Ilham (20), Arinudin alias Pele (44), kemudian Muh Alfat (22), Rahman (21) dan Sultra (35). Keenam merupakan operator alat berat excavator di PT NBP.
Di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Penyidik Kepolisian Polres Konut berhasil menyita barang bukti berupa empat unit excavator dan 300 ton ore nikel / biji nikel yang telah diolah.
Ketujuh tersangka tersebut dikenakan pasal 89 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) huruf a dan b dan uu RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 20 miliar.
Kemudian Pasal 158 Jo pasal 37 dan pasal 40 ayat (3) dan pasal 48 UU RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana dan pasal 56 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara dan dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Tidak lama kudian Hakim Ketua mengetuk palu sidang sebagai pertanda sidang pemeriksaan saksi dalam perkara yang melibatkan Direktur PT NBP Tuta Haflsa dan enam terdakwa telah berakhir.
“Putusan selesai di 7 September 2020. Berarti pembelaan di tanggal tiga, bahwa tuntutan para terdakwa dari Jaksa Penuntut Umum belum siap dengan tuntutanya, sehingga kita tunda hingga Selasa 1 September 2020. Para terdakwa tetap dalam tahanan,” plak plak plak,” kata Hakim Ketua (plakk) sambil memukul palu sidang.(Red/Inal).