Lintassultra.com – Meski sudah dilantik menjadi Kepala Desa ( Kades) selama 3 tahun.Delapan Kades di Kecamatan Anggatoa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga saat ini belum menikmati yang namanya honor.
Kedelapan Kades yang dimaksud yakni, Kades Wowaporesa ,Anaosu, Tonganggura, Ulu Lamokuni, Laloata, Manggialo, Lawuka dan Wowa Nario.
Selain tidak mendapatkan honor, delapan desa ini juga sama sekali belum mengelola, Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana Kedes lainnya.
Diketahui, kedelapan desa tersebut sudah definitif sejak 2017 lalu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Konawe Nomor 79 tahun 2017 tentang pendefinitifan desa.
Kepala Desa Ulu Lamokuni, Supersemar mengatakan , dia dan tujuh kades lainnya sering mempertanyakan hal tersebut kepada Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa dan Dewan Perwakilan Rakayat Daerah (DPRD) Konawe. Namun mereka hanya dijanji dan diminta untuk bersabar.
“Katanya sabar dulu. Itu dari 2 tahun lalu sudah sering kita pertanyakan, padahal kita diminta untuk ikut berpartisipasi di semua kegiatan Pemda maupun perayaan 17 Agustus,”terangnya Jumat (23/8/2019).
Dikatakannya, demi menutupi kebutuhan operasional desa, pihaknya terpaksa memungut sumbangan dari masyarakat. Bahkan ia mengaku terpaksa menjual harta benda demi untuk membangun sarana dan prasarana penunjang dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Demi membangun balai desa saya harus jual motor dan sapi saya. Bahkan saya harus keluar uang beli mesin pemotong rumput,” kesalnya.
Untuk itu, mewakili tujuh Kades lainnya Supersemar meminta agar Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa beserta DPRD Konawe segera menentukan status delapan desa, pasalnya meski sudah berstatus definitif mereka merasa seperti desa persiapan.
“Kita minta kejelasan. Kalau tidak, lebih baik kedelapan desa ini dikembalikan saja ke desa induknya, agar pemerataan pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat lainnya,” pintanya.
Ia pun menduga bahwa pendefinitifan kedelapan desa tersebut merupakan strategi Pemda Konawe untuk bisa memekarkan Kecamatan Anggatoa yang kala itu hanya ada enam desa saja.
“Kembalikan saja ke desa induknya, tapi dengan syarat bayar dulu kerugian kami selama menjabat, dan rehabilitasi nama kami sebagai kepala Desa,” tutupnya.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Konawe, Keny Yuga Permana saat dikonfirmasi awak media mengaku belum mengetahui terkait hal tersebut.
“Saya tidak tau itu, Nanti saya cek kembali. Mudah-mudahan ada titik terang di 2020,” singkat Keny saat dihubungi via selulernya.(Red/LS).