Lintassultra.com | Unaaha – Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Konawe Nomor 79 tahun 2017 tentang pendefinitifan desa – desa di Kabupaten Konawe bakal digugat.
Gugatan itu datangnya dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Projo Konawe melalui Kabid Hukumnya, Abiding Slamet, SH mengatakan , pihaknya akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan TUN) terkait Perda Nomor 79 tahun 2017 tersebut.
“Kita akan gugat Perda ini. Karena perda ini terbit setelah berlaku UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Dimana sangat jelas dikatakan bahwa pemekaran desa di Sultra itu harus memenuhi syarat administrasi yaitu memiliki paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kepala keluarga,” kata Pengacara muda itu kepada awak media.
Namun, sebelum langkah hukum tersebut diambil, pihaknya masih berharap sekiranya desa-desa yang ada dalam Perda tersebut segera dikembalikan ke desa induk atau dijadikan sebagai desa persiapan.
“Kita berharap agar desa-desa dimaksud bisa kembali menerima 30% Anggaran dari APBDes desa induk sebagaimana diatur dalam pasal 24 PERMENDAGRI Nomor 1 tahun 2017 tentang penataan desa,” harap Kabid Hukum DPC Projo Konawe itu.
Tetapi lanjut dia, jika tidak ada perhatian dari pemda Konawe, maka pihaknya memastikan akan mengambil langkah hukum dengan menggugat Perda tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menurut Abiding, selain pemekaran desa tersebut tidak bersyarat, Perda Nomor 79 tahun 2017 itu juga diduga bodong. Pasalnya, perda tersebut tidak teregistrasi di bagian Hukum Pemda Konawe.
Pernyataan Kabid Hukum Projo Konawe ini dibenarkan oleh Sekretaris DPC Projo Konawe, Ruddin Sumeira.
Didampingi Ketua Projo Konawe, Irvan Umar, ST, Ruddin Sumeira menyebut bahwa perda nomor 79 tahun 2017 itu tidak diketahui oleh Kabag Hukum Pemda Konawe, Badaruddin, SH.
“Kami sudah menemui Kabag Hukum (Badaruddin-red) terkait perda tersebut. Beliau bilang kalau Perda Nomor 79 tahun 2017 tidak teregistrasi di Bagian Hukum Pemda Konawe,” jelas Ruddin Sumeira.
Sementara SK Bupati Konawe Nomor 79 tahun 2017 tentang pendefinitifan desa-desa di Wilayah Kabupaten Konawe setelah Pemda Konawe membaca Surat dari Ketua DPRD Konawe Nomor 146.1/489/2/2017 perihal Persetujuan dan Pendefinitifan desa-desa dalam wilayah Kabupaten Konawe dan memperhatikan Perda Nomor 79 tahun 2017 tentang pendefitifan desa – desa di Kabupaten Konawe.
Dalam SK tersebut ada 8 desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Anggotoa yakni Wowaporesa, Anaosu, Tonganggura, Ulu Lamokuni, Laloata, Manggialo, Lawuka dan Wowa Nario.
Sedangkan diketahui bahwa, dasar hukum pemekaran kecamatan Anggotoa Kabupaten Konawe salah satunya adalah Perda Nomor 79 tahun 2017. Sehingga Penetapan pembentukan Kecamatan Anggotoa Kabupaten Konawe dilakukan melalui paripurna dewan.
Menurut Kabid Hukum Projo, penetapan pembentukan Kecamatan Anggotoa Kabupaten Konawe melalui Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe tersebut Cacat Hukum.
“Kalau Perda pendefinitifan 8 desa di Anggotoa ini bodong, maka sudah bisa dipastikan penetapan pembentukan Kecamatan Anggotoa juga cacat hukum dong,” ujar Abiding Slamet.
Dugaan Perda bodong ini terungkap setelah sejumlah Kepala desa di wilayah setempat mengungkapkan bahwa sejak dilantik menjadi Kades, mereka bersama aparatnya belum pernah menikmati honorarium sebagaimana yang dinikmati perangkat desa lainnya.
Salah satu Kades membeberkan bahwa sejak menjabat dirinya hanya berkorban untuk daerah dalam hal ini membangun sarana dan prasarana penunjang dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Demi membangun balai desa saya harus jual motor dan sapi saya. Bahkan saya harus keluar uang beli mesin pemotong rumput. Bukan hanya itu, kami juga tiap tahun menyumbang setiap ada kegiatan pemerintah daerah, seperti kegiatan 17 -an,” beber Supersemar, kades Tonganggura.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setda Konawe, Badaruddin, SH kaget saat dikonfirmasi terkait Perda Nomor 79 tahun 2017. “Kenapa terlalu besar itu nomor ? Saya tidak tau itu kenapa terlalu besar itu terus terang,” kata Badaruddin saat dihubungi via telpon selulernya, Jum’at (23/8/2019).
Menurut Kabag Hukum Setda Konawe ini, sepengetahuan dia selama menjabat sebagai Kabag Hukum tidak pernah ada nomor Perda yang melampauhi angka 34 setiap tahunnya.
“Masa mau ada dalam satu tahun produk hukum 79 nomor Perda, paling tinggimi itu 33 atau 34 dalam satu tahun. 2017 itu 34, itu sudah termasuk penetapan APBD 2018. Itumi paling tertinggi dan sudah gabungan Perda Inisiatif dewan dan usulan eksekutif,” terangnya.
Diketahui, melalui rapat paripurna dewan telah ditetapkan Perda No.1 tahun 2017 tentang pembentukan kecamatan Anggotoa Kabupaten Konawe dan persetujuan DPRD Kabupaten Konawe No.1/DPRD/2017 tanggal 30 Januari 2017 tentang persetujuan Raperda pembentukan kecamatan Anggotoa.
Sebelum ditetapkan menjadi perda, tujuh Fraksi DPRD Konawe terlebih dahulu menyetujui penetapan rancangan peraturan daerah pembetunkan Kecamatan Anggotoa menjadi Peraturan Daerah ( PERDA ) Kabupaten Konawe tahun 2017.
Keputusan DPRD Kabupaten Konawe No. 1 / DPRD/2017 tentang persetujuan penetapan rancangan peraturan daerah tentang pembetukan kecamatan Anggotoa menjadi peraturan daerah Kabupaten Konawe tahun 2017.
Selanjutnya Surat Sekretaris Daerah Provinsi Suoawesi Tenggara No.2/REG/PH/I/ 2017 tanggal 4 Januari 2017 tentang pemberian nomor registrasi terhadap Raperda pembentukan Kecamatan Anggotoa di Kabupaten Konawe.
Kemudian Surat Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara No.138/5903 tanggal 26 Desember 2016 tentang rekomendasi pembentukan kecamatan Anggotoa di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sekedar informasi, saat ini kecamatan Anggotoa terdiri dari 14 desa termasuk 8 desa definitif berdasarkan Perda Nomor 79 tahun 2017. Apabila perda tersebut terbukti bodong, maka desa tersebut berpotensi akan dikembalikan ke desa induk.( Red/LS).