Oknum Polisi di Konawe , Sisihkan Gaji dan Remunerasi Bangun Rumah Nenek Epong

0
7362
Ketgam : Rumah nenek Empong yang dibangun oknum polisi

Lintassultra.com,Unaaha – Rasa sedih dan pilu turut dirasakan oleh salah satu Anggota Polisi Polres Konawe. Kala itu ia mendengar adanya laporan dari masyarakat ada seorang nenek yang serba kekurangan di kelurahan Puosu tepatnya di Jalan Kuliasa, Kelurahan Puosu, Kecamatan Tonggauna, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Nah, awak mediapun mencoba menelusuri siapa oknum polisi yang bertugas di Mapolres Konawe yang rela menyisihkan gaji dan remunerasinya buat membantu nenek 70 tahun itu . Sumber informasi awal kami menemui Ketua RT setempat Sardin Tulo.

Ia, membenarkan bahwa ada seorang nenek bernama Mak Epong atau yang biasa di sapa nenek Epong dibangunkan rumah oleh seorang oknum polisi.

Nenek Epong ini tinggal dengan seorang anaknya bernama Kin yg sampai saat ini menderita sakit pada kemaluan dan tak kunjung sembuh. Kin tidak bisa bekerja untuk mencari nafkah sehingga Epong bersama anaknya hanya bosa bertahan hidup mengharapkan belas kasi dari tetangganya.

Lanjut cerita, sebelumnya Epong adalah transmigrasi dari jawa tahun 1977 pertama di tempatkan di Moramo namun pada tahun 1982 suaminya meninggal di Moramo dan di kuburkan di Moramo dari hasil perkawinannya Epong di karunia 3 orang anak 2 laki-laki dan satu perempuan. Kehidupan sehari hari merekapun sangat sulit bayangkan seorang ibu menjadi tulang punggung banting tulang bekerja sebagai buru kasar cetak batu merah di Ranomeeto dan akhirnya membawa ke tiga anaknya untuk berkebun di konawe tepatnya di desa Ambepulu di kebun milik Pak Saenal.

Saat ini mereka hidup serba kekurangan dan anak ke tiga yang laki-laki di asuh oleh H Pattah dan informasi sekarang sudah berkerja sebagai pegawai honorer pengairan di sengkang, sedangkan anak perempuan sudah menikah dan ikut suaminya ke kalimantan sebagai buruh kelapa sawit.

Ketgam : kondisi rumah nenek Epong sebelum di perbaiki ( Foto istimewa)

Sampai saat ini, kedua anaknya yang di perantauan pun belum bisa berikan kehidupan layak buat orang tua atau ibu kandung mereka, karena kedua anak tersebut juga belum memiliki penghasilan yang cukup.

Sehari harinya Epong bersama anaknya Kim yg punya penyakit menahun hidup dengan bergantung dari belas kasih tetangganya.

Usai mendapat informasi dari RT setempat, kami pun mencari tau siapa oknum polisi ini,setelah mengetahui kemudian kami mengorek informasi dari oknum polisi tersebut. Ia pun bercerita jika niatnya itu tulus membantu nene epong yang hanya tinggal berdua dengan anaknya.

“Awal bulan september 2018 saya yang kebetulan bertamu di sala satu tetangga Epong mendapat informasi bahwa ada seorang nenek bersama anaknya membutuhkan uluran tangan untuk menyambung hidup sehari-hari saya pun berniat untuk bertemu dengan Epong dan menyambangi di rumahnya,” ucapnya.

Keesokan harinya ia langsung menyambangi rumah nene Epong untuk memastikan informasi dari tetangga dan setibanya di rumahnya dirinya memperhatikan keadaan dan kondisi ma epong.

“Saya pun bergegas ke dapur dan melihat apa yang di makan oleh Mak Epong dan anaknya, ternya mereka hanya makan sayur nangka yang sidah di rebus air tanpa nasi. Tetapi saya masih belum yakin ke esokan harinya saya pun berkunjung lagi dan langsung menuju ke dapur dan melihat di dalam belanga ternyata masih ada sayur nangka sisah kemarin dan saya pun bertanya. “Mak makan apa”, sahut ma epong makan nasi dengan sayur nangka saya kemudian balik bertanya mana nasinya? jawab Mak Epong sudah habis,” ujarnya.

Ia kembali merenung, kemungkinan saja jawaban Mak Epong hanya menutupi kekurangannya. Ia pun beranikan diri untuk memeriksa se isi rumah dan tidak menemukan apa-apa selain sayur nangka yg sudah di rebus dengan air. “Saya pun duduk membisu diam tidak bisa berkata apa apa tanpa sadar air mataku menetes dan menangis membayangkan bagimana “JIKA ” hal ini yg terjadi pada kedua orang tuaku, bagiamana kalau terjadi padaku sendiri,” ungkapnya sembari meneteskan air matanya saat menceritakan pengalamannya di hadapan awak media.

“Ya Allah maafkan hambamu yg terlambat mengetahui hal ini sambil menetes air mata,” curhatnya lagi.

Lanjut, saat itu juga Ia pun bergegas keluar mencari toko untuk membeli beras, Indomie, dan juga telur serta gula, kemudian balik menuju rumah Mak Empong dan menyerahkannya dan juga memberikan sedikit uang untuk belanja ikan atau pun lauk yang lain serta membayar listrik.

“Hari demi hari berlalu saya sering berkunjung ke rumah Mak Epong membawakan sembako serta memastikan keadaan Ma Epong dan kesehatannya, dan alangkah tersipunya saya pada saat itu saya baru sadar ternyata rumah yg di tempati Epong sdh tdk layak huni atap dari daun atap yang sudah bocor-bocor tempat tidur yang sudah tidak layak atau penuh dg kutu busu bahkan ada sedikit bau yang menyengat dan sangat terasa saya pun bertanya… MA.. Kalau hujan berlindung kemana dengan nada rendah nenek Epong menjawab tetap di rumah sambil menutupi lubang lubang atap yang bocor dengan daun seadanya, bahkan berpinda ke sisi lain untuk menghindari hujan,” paparnya.

Tak dapat di bayangkan jika hujan malam hari sampai pagi apakah Mak Epong dan anaknya bisa tidur nyenyak? Tentu tidak karena pasti berusaha untuk menutup setiap atap lobang yang bocor.

Lubang atap yang bocor itu membuat dirinya kembali meneteskan air mata mengingat ke dua org tuanya yang telah tiada. Sembari ia membayangkan bagimana jika hal ini terjadi pada kedua orang tuannya. Dirinya hanya bisa memanjatkan doa. “Ya Allah berikan lah rezki kepada hambamu ini agar bisa membantu meringankan beban Mak Epong,” pungkasnya.

Hari berlalu Ia berinisiatif dengan niat yang tulus berkeinginan untuk merehab rumah Mak Epong. Dana yang ia kumpulkan setiap ia menerima dana Perwabku dengan diam diam tanpa sepengetahuan istri ia ke toko Rasyanti di Kelurahan Tumpas untuk DO Seng bahkan uang Arisannya istrinya diam diam ia ambil buat tambahan DO seng. Suatu hari ia pernah ditanya oleh istrinya sekali namun ia berkelit. “Ah kamu malas pergi arisan saya tidak berani tanyakan apa lagi minta padahal bukan karena malas tetapi sibuk mengajar dan mengurus anak saya yang masih bayi,” tuturnya.

Hari berlalu, dirinya pun pelan-pelan mengambil uang Remunerasi ia selalu cicil sedikit demi sdikit dengan alasan beli bensin dan lain-lain. Istri pun tidak pernah protes bahkan ia sering pinjam uang di bendahara intel dengan alasan ada kebutuhan mendadak.

“Kemudian puncaknya waktu meninggal ayahku saya mendapat bantuan uang duka dari rekan saya seangkatan sebesar 3 juta semua dana yang terkumpul kurang lebih hampir 10 juta dan saya pun membeli kayu bahan-bahan rangka rumah paku dan lain-lain. Bahkan dari uang tersebut masih kurang, saya ambil lagi uang tabungan untuk beli tripleks termasuk ongkos tukang yang kebetulan anak angkat dar Mak Epong sehingga saya menyewa tukang dengan harga yg sangat sangat terjangkau,” akunya.

Keseharian dalam membangun rumah Ma Epong, ia bahkan tiap hari di sela- sela kesibukan menyempatkan diri untuk mengontrol melihat apa-apa saja yang kurang untuk di penuhi bahkan setiap hari ketika ia mengontrol pekerjaan rumah Mak Epong, ia selalu sedih campur haru dan selalu ucap sukur kepada Allah SWT.

“Alhamdulillah, terimakasih atas nikmat mu ya Allah,” kilahnya.

Pesan singkatnya, ia mohon maaf bukan bermaksud menonjolkan diri tapi dengan ini ia berharap kepada semua orang yang memiliki rezeki lebih agar selalu bersedekah melihat sekelilingnya.

“Jangan sampai ada saudara-saudara kita yg makan saja serba kekurangan dan tidur pun tidak bisah lelap pada saat hujan tiba. Wassalamu alaikum wr..wb,” tutup pria yang enggan disebutkan namanya itu.(Red/LS).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here